
Tiba-tiba saja Partai Keadilan Sejahtera memunculkan wacana yang menarik, yaitu ekspor daun ganja. Daun ganja atau Canabis Sativa adalah tumbuhan yang dimasukkan dalam kategori psikotropika golongan 1. Dikatakan, efek halusinasi yang ada dalam duan ganja bersifat merusak dan menimbulkan kecanduan. Tapi di sisi lain, ternyata ganja adalah obat dari banyaknya penyakit di dunia.
Kisah paling fenomenal dari ganja sebagai obat di negara kita adalah Fidelis Arie Sudewarto. Fidelis seorang suami dari istri bernama Yeni Riawati. Yeni dikabarkan menderita penyakit langka bernama Syringomyelia, penyakit tulang belakang karena cairan kista. Berkali-kali ke dokter, Fidelis tidak menemukan obatnya. Malah istrinya menjadi lumpuh dan setiap malam dia mendengar istrinya meraung kesakitan.
Fidelis kemudian browsing dan menemukan ada seorang di Kanada yang punya penyakit sama seperti istrinya, mengkonsumsi ekstrak ganja untuk meredakan sakitnya. Fidelis lalu menanam ganja di rumahnya, mengekstraknya dan memberikannya pada istrinya. Dan dia berhasil. Istrinya tidak lagi meraung kesakitan. Beberapa lama daun ganja itu menjadi obat untuk istri Fidelis sampai akhirnya polisi menangkap suaminya.
Ketika Fidelis dipenjara, istrinya akhirnya meninggal dunia karena tidak ada lagi yang merawat. Dan kisah sedih Fidelis ini membingungkan aparat karena ada benturan antara kemanusiaan dan undang-undang kejahatan sebab menanam pohon terlarang.
Kalau untuk masalah ini, saya setuju dengan PKS. Setidaknya mereka berusaha kreatif daripada sibuk dengan wacana kawin sebagai solusi dari segala masalah.
Nah, Rafli, anggota DPR Komisi VI dari Aceh ini mungkin benar, meski idenya anti mainstream. Daripada ganja dilarang, padahal bisa digunakan untuk pengobatan, kenapa enggak diekspor saja sekalian? Ekspor daun ganja di negara Afrika itu bukan barang baru lagi. Negara Lesotho melegalkan ganja untuk pengobatan sejak 2017. Bahkan Zambia mencanangkan menanam ganja untuk ekspor sebagai bagian dari membayar utang negara. Ekspor ganja untuk obat di Zambia ini diperkirakan menghasilkan uang lebih dari Rp 400 triliun per tahun. Zambia pun bisa bernapas lega karena berhasil mengurangi beban utang negaranya.
Ada lebih dari 10 negara yang sekarang sudah melegalkan peredaran ganja. Mulai dari Belanda, Siprus, Israel, Italia sampai beberapa negara bagian di Amerika. Hanya di negara muslim, ganja masih dilarang termasuk di Indonesia karena efeknya yang memabukkan. Dan itu bertentangan dengan syariat agama.
Biasanya ya PKS jago kalau masalah ginian. Cari-cari ayat supaya ganja tidak jadi haram. Apalagi kalau sudah berhubungan dengan uang, semua mendadak menjadi halal.
Selama ini Aceh disebut sebagai provinsi penghasil ganja terbesar di Indonesia. Ganja di Aceh bukan barang baru, sejak dulu sering dijadikan penyedap masakan sampai dodol. Meski diberantas berkali-kali, petani ganja di sana masih banyak dan cenderung dipelihara. Semakin dilarang, harga ganja di sana semakin naik. Dan ini membuat bandar mendapat untung besar karena harganya jadi sulit diprediksi.
Seandainya ganja untuk obat dilegalkan, tentu harganya akan terbanting keras dan menanam ganja tidak lagi menguntungkan seperti sekarang.
Aceh adalah provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi se-Sumatera dan peringkat kelima termiskian secara nasional menurut Badan Pusat Statistik.
Meski dana otonomi khusus dikucurkan pusat sebesar Rp 7-8 triliun per tahun, Provinsi Aceh tetap tidak menjadi sejahtera. Nah, bagaimana seandainya ulama di sana membolehkan pertanian ganja untuk ekspor dan memproduksinya besar-besaran dalam betuk industri pengobatan? Bisakah Aceh sejahtera dan membantu Indonesia dalam membayar utang negara seperti pernah mereka lakukan dulu saat masa pemerintahan Presiden Soekarno? Catat, dalam bentuk industri obat ya, bukan yang penyalahgunaan.
Aceh bisa saja dinobatkan sebagai provinsi khusus sesuai dengan otonomi mereka untuk menjadi pusat pengembangan ganja sebagai industri obat. Di sana ganja bukan hanya diekspor mentah, tetapi harus diproduksi dalam bentuk barang jadi. Peredarannya tetap harus dikontrol negara, dan menyebarkan dalam bentuk penyalahgunaan narkoba tetap harus dihukum. Malah lebih berat dari sebelumnya karena niatnya sudah untuk merusak moral bangsa. Bukan lagi untuk menambah pendapatan negara.
Dan usul Rafli, anggota DPR dari Aceh itu harus diperhtaikan negara. Bukan dengan ketakutan, tetapi sebagai sebuah wacana menarik untuk menambah pendapatan.
Ganja sendiri, meski dimasukkan dalam golongan narkoba, efeknya tidak mematikan seperti halnya tumbuhan opium. Kalau opium itu sangat merusak, bahkan kalau disuling menjadi heroin, tingkat kerusakannya lebih parah lagi. Jumlah yang mati karena heroin sangat tinggi. Sedangkan efek ganja kalau disalahgunakan biasanya adalah halusinasi dan rasa malas, habis itu ketawa sendiri karena rasa senang yang berlebihan.
Ganja sendiri di Amerika disebut tidak menyumbang kematian seperti narkoba lainnya. Kecuali ya kalau mengisap ganjai di tengah rel kereta api, pasti mati.
Kalau untuk masalah ini, saya setuju dengan PKS. Setidaknya mereka berusaha kreatif daripada sibuk dengan wacana kawin sebagai solusi dari segala masalah.
*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi
Tulisan ini sebelumnya sudah di-publish di Cokro TV dengan judul Ekspor Daun Ganja
Baca juga:
Berita terkait
"obat" - Google Berita
February 06, 2020 at 12:07AM
https://ift.tt/3bbR2tk
Denny Siregar Setuju PKS Jadikan Aceh Industri Ganja Obat - Tagar News
"obat" - Google Berita
https://ift.tt/2ZVlmmO
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Denny Siregar Setuju PKS Jadikan Aceh Industri Ganja Obat - Tagar News"
Post a Comment