MATRANEWS.id – Sore itu, sebuah surat elektronik MatraNews terima dari seorang sumber yang berada di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Pengirim e-mail itu adalah seorang dokter yang memang MatraNews minta untuk menceritakan pengalamannya seputar praktik kongkalikong antara medical representative (medrep) sebuah perusahaan farmasi dengan sebagain dokter di rumah sakit tempat ia bekerja.
Isu semcam ini sebenarnya sudah lama terjadi. Beberapa sumber dari kalangan industri farmasi yang MatraNews temui pun tak membatah. Praktik “perselingkuhan” antara medrep dengan oknum dokter disebut sudah lama dan lazim berlagsung.
Namun dalam beberap bulan terakhir, isu ini menjadi pembicaraan hangat di kalangan pelaku industri obat-obatan. Bahkan sempat memanas di kalangan mereka, sebagai efek dari persaingan binsis antar pelaku industri farmasi.
Dalam surat elektronik tadi, sang dokter yang menolak disebutkan identitasnya ini menceritakan banyak hal. Namun, di awal suratnya itu, ia mengklaim bahwa dirinya bukan bagian dari dokter yang mudah “dirayu” oleh para medrep yang acap mendatanginya untuk mempromosikan obat yang mereka tawarkan.
“Saya berusaha untuk profesional. Saya khawatir ini jadi tidak berkah,” tulis sumber tersebut.
Sumber ini menceritakan, beberapa waktu sebelumnya ia menerima telepon dari seorang teman sejawat (sesama dokter) yang juga bekerja di rumah sakit tempat ia praktik. Temannya itu mengabarkan sedang berada di Jakarta, menginap di salah satu hotel berbintang empat, karena sedang mengikuti kongres yang disponsori oleh salah satu perusahaan farmasi besar yang berkantor pusat di Jakarta.
“Dengan bangga dia cerita ke saya, betapa baiknya si perusahaan tersebut. Mau membiayai seluruh perjalanannya dari kota yang jauh, menginapkannya bersama seluruh keluarganya di hotel berbintang. Bahkan, memberikan uang saku bagi istrinya untuk pergi berbelanja ke mal, selagi dia mengikuti kongres,” kata sumber ini.
Belum lagi, lanjut e-mail-nya, temannya itu mendapat bingkisan berbagai pernak pernik dan souvenir berhias logo perusahaan farmasi yang mesponsorinya itu untuk dibawa pulang ke kampungnya di Makassar.
“Dia juga memuji-muji produk obat baru yang dipromosikan perusahaan tersebut, yang menem- pati satu sesi presentasi khusus dalam kongres itu,” tambahnya.
Mendengar kisah bangga teman sejawatnya itu, bukan ikut merasakan senang. Ia malah mengaku prihatin dengan perubahan kawan seprofesinya itu. Sumber ini bahkan berseloroh, dulu kawannya itu dikenal berhati lugu, namun kini hatinya sudah berlogo perusahaan farmasi yang mensponsorinya itu.
Sumber ini mengakui, bahwa obat-obatan produk perusahaan yang mensponsori temannya itu kini cukup banyak masuk ke rumah sakit tempat ia bekerja.
“Saya yakin, teman saya itu tidak ragu untuk menuliskan resep obat-obat itu untuk para pasiennya, meskipun saya sendiri tidak pernah melihat langsung,” ujarnya.
Sumber MatraNews ini juga mengakui, bahwa hampir seminggu sekali dirinya didatangi para pekerja farmasi yang juga dikenal dengan detailer ini.
“Hampir semua dokter di rumah sakit saya sering didatangi medrep. Kadang penampilan mereka seperti selebritis saja,” tambahnya.
Kisah di atas, hanyalah satu dari sekian banyak praktik “perselingkuh- an” antara dokter dengan perusahaan farmasi. Para medrep atau detailer dengan bendera perusahaannya melancarkan strategi pemasaran yang sangat agresif dan jitu. Siapa yang bisa memaksa pasien membeli obat tertentu, kalau bukan tangan dokter yang menuliskannya di kertas resep?
Tak banyak orang yang menyadari bahwa persaingan di industri obat sebetulnya cukup berat, mulai dari biaya riset yang mahal hingga aturan harga obat yang tidak boleh dibandrol terlalu mahal karena bisa merongrong kocek pasien. Akibatnya, perusahaan farmasi yang tidak sabar, menggaet dokter untuk ikut membantu memasarkan obat kepada pasien.
Sebagai balasannya, dokter kerap diberikan sponsor untuk berlibur bersama keluarga yang berkedok pertemuan ilmiah, bahkan ada produsen obat yang terang-terangan memberikan komisi. Cara seperti ini, tampaknya sudah menjadi tahu-sama tahu antara dokter dan produsen obat.
Pambagiyo, seorang dokter yang berpraktik di salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan menyebutkan, praktik yang dijalankan medrep seolah-olah sangat wajar. Misalnya, memperkenalkan produk dengan membawa makanan kecil ke apotek atau rumah sakit.
Perkenalan diteruskan dengan bincang-bincang intens menyangkut hobi dan kesukaan dokter. Tidak ketinggalan, kadang medrep meminta apotek membeli obat yang direkomendasikan dengan iming-iming diskon, atau bahkan menjanjikan setengah penjualan obat itu untuk apotek.
Hebatnya lagi, medrep tidak membiarkan apotek bekerja sendiri dengan menunggu pembeli. Lewat medrep pula, perusahaan farmasi mendorong dokter atau rumah sakit di sekitar apotek untuk meresepkan obat yang sama.
“Saya melihat, cara kerja medrep rapi sekali, semua dibantu dan diuntungkan, kecuali konsumen,” ujar sumber MatraNews ini.
Jika sudah demikian praktik yang mereka lakukan, maka tak heran jika belakangan muncul istilah “Hati Dokter Bisa Berlogo Merek Obat”. (A. Kholis)
"obat" - Google Berita
March 12, 2020 at 10:42AM
https://ift.tt/39IrfIc
Ketika Hati Dokter Berlogo Merek Obat - Konvergensi Majalah MATRA - MatraNews
"obat" - Google Berita
https://ift.tt/2ZVlmmO
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ketika Hati Dokter Berlogo Merek Obat - Konvergensi Majalah MATRA - MatraNews"
Post a Comment