CIREBON, KOMPAS.com - Sebagai salah satu negara yang kaya spesies tanaman obat, Indonesia semestinya bisa mandiri di bidang kesehatan.
Saat ini, tercatat, 30.000 dari 40.000 spesies tanaman obat dunia berada di Tanah Air. Namun demikian, sebagian besar obat bahan kimia yang beredar di Indonesia justru berasal dari negara lain.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmestik Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Maya Gustina Andarini mengatakan, selama ini sekitar 80 hingga 90 persen obat bahan kimia berasal dari impor sejumlah negara, seperti Eropa, China, dan India.
Baca juga: Bahan Baku Obat di Indonesia Masih Bergantung pada China
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menginformasikan, sekitar 80 persen tanaman herbal atau tumbuhan untuk pengobatan dunia tumbuh di Indonesia. Saat ini, 1.845 dari 28.000 spesies tanaman sudah teridentifikasi sebagai tanaman obat.
Menurut data Badan Kesehatan Dunia 2005, sekitar 75 hingga 80 persen penduduk dunia pernah menggunakan obat-obatan herbal.
Berbeda dengan Indonesia, Maya melanjutkan, India dan China mempunyai sistem pengobatan tradisional yang sudah dapat dijamin asuransi.
India dan China menjamin dua sistem pengobatan, baik yang mengacu pada ilmu kedokteran barat maupun tradisional
“Hampir semua obat tradisional di India dan China sudah uji klinis,” ujarnya.
Terkini, para praktisi medis dan farmasi di Indonesia terus melakukan penelitian lebih lanjut untuk mendalami dan membuktikan tingkat keberhasilan obat-obatan herbal yang disebut dengan herbal medik.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang herbal perlu terus dilakukan oleh pemerintah, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat yaitu saintifikasi jamu dalam hal ini penelitian berbasis kesehatan.
Baca juga: Kemenkes Anjurkan Masyarakat Konsumsi Produk Herbal, asal...
Direktur Pelayanan Kesehatan Tradisional Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Ina Rosalina, menjelaskan China memiliki sekitar 13.000 tanaman herbal. Sekitar 100.000 tanaman tersebut telah diresepkan oleh para dokter.
Pemerintah Indonesia kini berkomitmen mendukung pengembangan obat herbal dengan menganggarkan dana riset di sejumlah kementerian maupun lembaga.
Ia mengungkapkan, pemerintah menyediakan anggaran untuk penelitian herbal yang membantu program pemerintah, misalnya obat untuk penurunan berat badan.
“Indonesia ini kaya akan sumber bahan alam yang sangat berguna untuk kesehatan tubuh manusia,” ujar Ina.
Kemenkes, tambah dia, mengharuskan masyarakat untuk bisa menyehatkan dirinya dan keluarganya dengan kekayaan lokal, baik itu lewat ramuan maupun keterampilan seperti pijat dan akupuntur.
“Itu secara turun temurun sudah ada,”katanya.
Persoalan yang tak kalah penting, imbuh Maya, obat herbal yang diproduksi di Indonesia masih kurang Evidence Based Medicine (EBM).
Pendekatan medik tersebut berdasarkan pada bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan penderita.
EBM memadukan kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti ilmiah terkini yang dapat dipercaya.
Berdasarkan hal itu, subjek uji coba yang diperlukan harus homogen dan tidak hanya bersumber pada satu sampel percobaan.
“Saat ini kita masih kurang evidence based, kurang pembuktian secara ilmiah. Sekaranglah saatnya kita mendukung para scientists untuk melakukan penelitian, untuk mengembangkan, menguji, dan membuat standar,” ucap Maya.
Dengan adanya EBM, para dokter, apoteker, akan percaya pada obat herbal.
Sinergi untuk mandiri
Sejumlah kementerian dan lembaga bersinergi untuk mewujudkan Indonesia Sehat.
Selain pemerintah, dunia usaha juga perlu mendukung pengembangan obat herbal berbasis bahan lokal. Salah satu industri jamu dan herbal di Indonesia yaitu Sido Muncul gencar mendukung penyelenggaran seminar herbal yang dilakukan kalangan akademisi.
Pada seminar herbal bertema “Potensi Memanfaatkan Obat Herbal Menuju Indonesia Sehat” yang digelar di UGJ, Cirebon, para pembicara menyampaikan sejumlah materi yaitu Kebijakan Pengawasan Obat Tradisional Indonesia, Pengembangan Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi, Industri Herbal Berbasis Good Manufacturing Practices (GMP), Uji Manfaat Tolak Angin, Uji Toksisitas Subkronis Tolak Angin, dan Mekanisme Herbal sebagai Antimikroba.
Seminar herbal tersebut merupakan seminar ke-46 kali yang diselenggarakan Sido Muncul sejak 2007 dan telah dilaksanakan di 34 kota seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Ungaran, Yogyakarta, Padang, Palembang, Solo, Makassar, Surabaya, Banjarmasin, Pontianak, Manado, dan Lombok.
Lewat seminar herbal, Sido Muncul berharap akademisi kedokteran dan farmasi terdorong untuk terus melakukan penelitian tanaman obat secara ilmiah.
“Tidak hanya bergantung kepada obat modern yang berbasis kimia. Selain itu, kami juga ingin dunia kedokteran mendapat wawasan mengenai industri jamu, penelitian yang kami lakukan untuk mengembangkan produk, dan penggunaan jamu untuk pelayanan kesehatan,” kata Direktur PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk, Irwan Hidayat.
Salah satu produk Sido Muncul, yakni Tolak Angin telah diuji toksisitas dan kasiatnya oleh peneliti dari Universitas Sanata Dharma dan Universitas Diponegoro.
Irwan Hidayat menjelaskan, hasil penelitian itu menyatakan minum Tolak Angin dalam jangka panjang tidak menimbulkan efek samping jika diminum sesuai dosis anjuran. Artinya, obat herbal tersebut tidak menimbulkan efek toksit bagi organ tubuh.
“Bahkan, pada 2007 Tolak Angin telah mendapatkan sertifikat Obat Herbal Terstandar (OHT) dari Badan POM,” kata Irwan.
"obat" - Google Berita
March 02, 2020 at 06:07AM
https://ift.tt/2x1AdBQ
Mandiri di Bidang Kesehatan, Sinergi Pengembangan Obat Herbal Tak Bisa Ditunda - Kompas.com - KOMPAS.com
"obat" - Google Berita
https://ift.tt/2ZVlmmO
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Mandiri di Bidang Kesehatan, Sinergi Pengembangan Obat Herbal Tak Bisa Ditunda - Kompas.com - KOMPAS.com"
Post a Comment