Jakarta, CNBC Indonesia - Para ilmuwan di seluruh dunia kini tengah berlomba-lomba untuk mengembangkan tes, perawatan, dan vaksin untuk memerangi penyakit dari virus corona atau COVID-19 yang kian menjadi pandemi global.
Komisioner Food and Drug Administration (FDA) AS Stephen Hahn mengatakan tes atau pengujian virus corona adalah prioritas yang mesti dilakukan dalam waktu dekat ini.
Namun di luar pengujian itu, otoritas pengawas makanan dan obat-obatan di AS itu tengah berusaha menciptakan upaya perawatan yang cepat dan seaman mungkin bagi pasien corona sebagai jembatan dalam menciptakan vaksin, yang kemungkinan memakan waktu 12 bulan ke depan. Para ahli perawatan kesehatan secara umum pun setuju bahwa perawatan yang baik akan dilakukan sebelum adanya vaksin.
"Jika pengobatan yang baik muncul, apa pun itu, kami berharap regulator memprioritaskan adanya peninjauan yang cepat," kata Laura Sutcliffe, analis perawatan kesehatan UBS, dalam catatan penelitian, dikutip CNBC International, Jumat (20/3/2020).
Dalam konferensi dengan Presiden AS Donald Trump, Komisioner FDA mengonfirmasi bahwa lembaga tersebut sedang mencari obat yang sudah diujicobakan untuk penyakit lain.
Beberapa obat yang menjadi sorotan dalam beberapa hari terakhir di antaranya Remdesivir buatan Gilead, Kevzara dari Regeneron, dan obat antimalaria generik Chloroquine (versi alternatifnya disebut hydroxychloroquine).
Obat Remdesivir dikembangkan oleh raksasa farmasi AS, Gilead Sciences Inc dan sebelumnya sudah dicoba untuk pengobatan penyakit pernapasan Sindrom Pernafasan Timur Tengah atau MERS (middle east respiratory syndrome) yang juga termasuk jenis coronavirus lainnya, dan pengobatan Ebola.
Saat ini Remdesivir dalam uji klinis juga diizinkan digunakan untuk mengobati pasien yang sakit parah ketika tidak ada perawatan lain yang tersedia.
Tim riset farmasi dari Credit Suisse mencatat bahwa obat antivirus ini adalah terapi baru yang paling canggih, tetapi Credit Suisse menilai ada kekhawatiran tentang persediaan obat ini secara global.
Tak hanya itu, raksasa bioteknologi asal AS, Regeneron Pharmaceuticals, juga sedang menguji coba obat antivirus Kevzara untuk digunakan melawan COVID-19.
Saat ini, Kevzara digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis. Regeneron bersama-sama mengembangkan obat dengan perusahaan perawatan kesehatan Prancis Sanofi. Rheumatoid arthritis adalah peradangan sendi akibat sistem kekebalan tubuh yang menyerang jaringannya sendiri.
Adapun obat satu lagi yakni Chloroquine adalah obat malaria generik yang telah terbukti menjanjikan sebagai obat antivirus melawan COVID-19. Perusahaan konglomerasi biosains asal Jerman, Bayer, pada Selasa lalu bahkan mengumumkan telah menyumbangkan 3 juta tablet Resochin, obat malaria yang terbuat dari Chloroquine atau kloroquin fosfat, kepada pemerintah AS untuk membantu memerangi virus corona.
Tim farmasi Credit Suisse menilai tantangan terkait penyediaan obat antivirus melawan corona ini adalah proses pembuatan dan stok global, sebelum solusi pamungkasnya yakni vaksin.
"Menurut pandangan kami, dengan adanya pandemi global ini, butuh sejumlah besar obat dalam waktu yang sangat singkat. Stok obat, dan pembuatan obat baru tentu membutuhkan waktu berbulan-bulan," tulis Credit Suisse.
Vaksin
Lebih lanjut Laura Sutcliffe, analis perawatan kesehatan UBS, mengatakan lazimnya pengembangan vaksin membutuhkan waktu lebih dari 5 tahun dan membutuhkan investasi modal besar. Proses panjang ini telah menciptakan masalah di masa lalu, misalnya apa yang terjadi ketika virus Ebola menyerang.
Ebola adalah virus yang menyebabkan pendarahan parah, kegagalan organ, dan dapat menyebabkan kematian. Virus ini mewabah pada 2014-2016 di Afrika Barat dan menjadi wabah terbesar sejak ditemukannya virus pada tahun 1976.
Menurut Sutcliff, komunitas ilmiah di global sekarang ini lebih siap ketimbang apa yang terjadi saat Ebola menyerang. Apalagi saat ini sebuah badan sudah dibentuk untuk mengoordinasikan pengembangan vaksin demi melawan pandemi corona sehingga para peneliti sekarang ini bisa lebih mudah fokus pada pekerjaan untuk menciptakan vaksin.
Tak hanya itu, beberapa perusahaan bioteknologi yang mengkhususkan diri dalam molekul mRNA (digunakan untuk menginstruksikan tubuh demi menghasilkan respons dalam melawan berbagai penyakit) seperti Moderna dan BioNtech, juga telah berhasil mengembangkan obat.
Hanya saja, tidak ada jaminan mereka akan berhasil. Raksasa farmasi tradisional seperti GlaxoSmithKline yang berbasis London, dan Sanofi di Paris, juga bersandar pada pengalaman mereka berurusan dengan flu musiman untuk mencoba mengembangkan imunisasi melawan virus terbaru ini. Namun meski begitu, tidak ada jaminan kesuksesan.
Pengujian
Beberapa negara, khususnya AS dan Inggris sedang menghadapi kritik pedas dari para pakar kesehatan atas pengujian yang dilakukan demi melawan corona.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan bahwa Inggris tengah bernegosiasi untuk membeli ratusan ribu tes yang akan dapat mendeteksi apakah seseorang telah memiliki COVID-19 dengan memeriksa keberadaan antibodi. Dia berpendapat ini bisa mengubah gelombang dalam perang melawan virus.
Foto: Jokowi. (CNBC Indonesia/ Chandra Gian Asmara)
|
Di Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mengungkapkan sudah ada resep obat hasil riset dan pengalaman beberapa negara yang bisa diterapkan untuk mengobati pasien corona.
"Obat tersebut akan sampai pada pasien yang membutuhkan melalui dokter keliling dari rumah ke rumah, melalui rumah sakit dan puskesmas di kawasan yang terinfeksi," kata Jokowi, Jumat (20/3/2020).
Ia mengatakan, obat tersebut sudah dicoba di beberapa negara. Dan memberikan kesembuhan.
"Mengenai antivirus sampai sekarang belum ditemukan dan ini yang saya sampaikan itu tadi obat. Obat ini sudah dicoba oleh 1,2,3 negara dan memberikan kesembuhan yaitu Avigan, kita telah mendatangkan 5.000 dan dalam proses pemesanan 2 juta. Kedua, Chloroquine Ini kita telah siap 3 juta, kecepatan ini yang kita ingin sampaikan kita tidak diam tapi mencari hal-hal, info-info apa yang bisa kita lakukan untuk menyelesaikan Covid19."
COVID-19 kini sudah meluas ke 160 negara dan menginfeksi 244.000 jiwa. Khusus di Indonesia, data terbaru yang disampaikan pemerintah hingga Jumat petang (20/3/2020) terdapat 369 kasus positif, 32 orang meninggal dan 17 orang sembuh.
(tas/hoi)
"obat" - Google Berita
March 20, 2020 at 09:33PM
https://ift.tt/3dhz9dJ
3 Obat Ini Berpotensi Manjur Lawan COVID-19 - CNBC Indonesia
"obat" - Google Berita
https://ift.tt/2ZVlmmO
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "3 Obat Ini Berpotensi Manjur Lawan COVID-19 - CNBC Indonesia"
Post a Comment