
Penambahan harian kasus dalam Bencana Nasional Pandemi Covid-19 di Indonesia beberapa hari ini lebih dari seratus. Angka kematian telah melebihi persentase angka global. Situasi ini membuat pemerintah berupaya sekuat tenaga untuk mengatasi perkembangan masalah yang terjadi tidak hanya menyangkut aspek kesehatan, namun juga meliputi multi aspek yang kompleks.
Musuh yang dihadapi adalah serangan tidak terlihat dalam bentuk infeksi virus. Virus corona ini merupakan jenis baru yang menular dengan cepat dan diberi identitas severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Virus ini menyerang sistem pernapasan dan sangat berbahaya karena mengakibatkan radang paru berat hingga kematian. Penyakit akibat virus SARS-CoV-2 ini kemudian oleh WHO dinamakan sebagai Covid-19 (Coronavirus disease-19). Artinya nama ini adalah penyakit akibat virus corona yang terjadi tahun 2019.
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang secara resmi dinyatakan bisa menyembuhkan Covid-19. Masih terus diupayakan berbagai penelitian sampai pembuatan obat dan vaksin untuk mengatasi Covid-19 ini.
Teori yang menjadi sumber acuan saat ini secara umum penyakit yang disebabkan oleh virus merupakan self limited disease. Artinya pasien dapat sembuh sendiri dengan peningkatan sistem imunitas tubuh. Di samping itu dilakukan upaya minimalisasi penularan dengan physical distancing, pembatasan social mobility, peraturan tinggal di rumah, dan aksi gerakan rakyat semesta untuk saling membantu.
Upaya yang banyak dilakukan adalah mendorong berbagai modalitas peningkatan sistem imun untuk mengatasi penyakit Covid-19. Upaya ini tidak menekan laju peningkatan penyebaran dan penularan Covid-19. Jumlah penderita makin meningkat. Vaksin dan obat menjadi modalitas yang sangat ditunggu kehadirannya Terkait ketiadaan modalitas definitif pengobatan Covid-19 dan ketidakpastian adanya obat dan vaksin tidak berarti membuat kita berdiam diri.
Presiden Joko Widodo pada 20 Maret 2020 telah adanya persiapan Chloroquine dan Avigan untuk melawan Covid-19. Chloroquine adalah obat malaria yang karena efektivitas antivirusnya, diduga dapat dipakai sebagai obat darurat Covid-19. Avigan (favipiravir) yang awalnya digunakan untuk mengobati flu mampu memperpendek waktu pemulihan dan meningkatkan kondisi paru pasien yang terinfeksi Covid-19. Obat ini juga dianggap sebagai obat darurat untuk Covid-19.
Selain itu, pemerintah juga telah menyiapkan Tamiflu untuk mengatasi Covid-19. Tamiflu (oseltamivir) merupakan antivirus untuk influensa. Obat ini pernah digunakan saat ada wabah flu burung (avian influenza) di Indonesia. Obat yang saat ini masih akan diuji adalah antivirus remdesivir yang telah digunakan untuk membasmi ebola dan filovirus. Hasil penelitian terhadap hewan yang terinfeksi membuktikan bahwa remdesivir dapat melawan virus corona.
Obat lain yang sedang diteliti adalah kombinasi lopinavir dan ritonavir yang selama ini digunakan untuk HIV. Pengadaan obat darurat Covid-19 ini merupakan hal yang patut dihargai dan disikapi secara positif saat obat defintif belum tersedia.
Dalam keadaan belum adanya obat yang secara definitif dapat mengobati Covid-19 ini upaya menghadirkan obat untuk mengatasi virus corona patut dicermati secara rasional. Modalitas yang ada perlu dipertimbangkan secara keseluruhan dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan meningkatkan angka kesembuhan. Dalam ketiadaan, semua yang secara teoritis berpotensi membantu kesembuhan atau mengurangi potensi penularan perlu dikaji secara rasional.
Beredar informasi yang menyatakan tablet hisap berbentuk permen dapat membantu mengatasi Covid-19. Tablet tersebut mengandung amylmetacresol yang merupakan antiseptik pereda sakit tenggorokan dan infeksi mulut ringan. Amylmetacresol dikombinasikan dengan alkohol dichlorobenzyl dan mentol untuk meredakan keluhan radang daerah tenggorok.
Radang tenggorokan biasanya disebabkan oleh virus. Penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa formula permen campuran amylmetacresol dan alkohol diklorobenzil pada pH rendah memiliki efek signifikan menonaktifkan virus yang memicu gangguan pernapasan seperti influenza A dan SARS-CoV.
Kontak permen dengan sejumlah virus di tenggorokan dapat menonaktifkan virus secara cepat sehingga terjadi pengurangan jumlah virus dalam tenggorokan, saluran pernafasan bawah, dan juga dalam percikan batuk. Ini mengurangi potensi penularan dari orang ke orang. Permen harus diberikan selama 2 hari. Walau demikian, belum ada riset ilmiah terpublikasi terkait amylmetacresol untuk mengatasi Covid-19 (SARS-CoV-2).
Uraian di atas menunjukkan bahwa berbagai modalitas pengobatan akan dipakai dalam situasi belum adanya obat yang definitif terhadap Covid-19. Modalitas yang dipakai memiliki riwayat untuk mengatasi virus di saluran napas namun bukan jenis virus corona baru ini. Dalam menggunakan modalitas yang berpotensi ini, perlu dipertimbangkan manfaat, efek samping, efek yang tidak dikehendaki, harga, dan ketersediaannya. Sehingga bisa jadi permen amylmetacresol bisa dipilih di saat obat untuk Covid-19 belum tersedia.
Pertimbangan lainnya adalah permen ini mudah didapat dan tidak ada efek merugikan. Pilihan ini tentunya bukan sebagai obat penyembuh namun dapat dipertimbangkan sebagai upaya meringankan dampak virus terhadap diri sendiri maupun orang lain. Semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama akan hadir obat definitif dan vaksin untuk mengatasi Covid-19.
Prof. Dr. David S Perdanakusuma, dr, SpBP-RE(K) Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia
(mmu/mmu)"obat" - Google Berita
April 08, 2020 at 05:30PM
https://ift.tt/3bVCWMi
Menanti Obat Covid-19 - detikNews
"obat" - Google Berita
https://ift.tt/2ZVlmmO
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Menanti Obat Covid-19 - detikNews"
Post a Comment